1. Kasus Iklan Dan Dimensi Etisnya
Contoh kasus :
SEBANYAK 56 BIRO
IKLAN MELAKUKAN PELANGGARAN ETIKA.
Laporan : H.Erry
Budianto.
Bandung-Surabayawebs.com
Badan
Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) sedikitnya
telah menegur 56 perusahaan iklan atas pelanggaran etika selama dua tahun
terakhir ini.
Pelanggaran
ini berupa penampilan iklan yang superlative, yaitu memunculkan produk sebagai
yang terbaik atau termurah. Iklan superlative ini acapkali dibumbui kecenderungan
menjatuhkan pesaing di pasaran. “Jika semua bilang baik, termurah, ini akan
membingungkan masyarakat dan pelanggan,” ujar Ketua Badan Pengawas PPPI, FX
Ridwan Handoyo kepada wartawan, belum lama ini.
Dia
mencontohkan iklan pada industri telekomunikasi. Setiap operator telekomunikasi
mengaku menawarkan tariff termurah. Bahkan ada iklan yang menyebutkan bahwa
produk paling murah meriah. Juga ada iklan produk kesehatan atau kosmetik yang
menyebutkan paling efektif. “Tapi semua iklan superlative itu tidak didukung
oleh bukti yang kuat. Jadi bisa merugikan masyarakat dan pelanggannya,”
tuturnya kemudian.
Surat
teguran dilayangkan setelah Badan Pengawas PPPI menemukan dugaan pelanggaran
berdasarkan pengaduan masyarakat atau hasil pantauan, Kepada perusahaan
periklanan anggota PPPI, Badan pengawas PPPI melakukan peneguran sekaligus
meminta keterangan. Sedangkan kepada perusahaan non anggota, surat teguran
berupa imbauan agar menjunjung tinggi etika beriklan.
Ridwan
menyebutkan dari 149 kasus yang ditangani Badan Pengawas PPPI, tahun 2006
sebanyak 56n kasus dan 93 kasus di tahun 2007. Sebanyak 90 kasus telah
dinyatakan melakukan pelanggaran dan 44 kasus lainnya masih dalam penanganan.
Dari yang diputus melanggan etika, 39 kasus tak mendapatb respon oleh agensi.
Untuk itu BP PPPI menruskannya ke Badan Musyawarah Etika PPPI.
Jumlah
perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu ada
kemungkinan terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar.
Diakuinya, selama ini rambu-rambu periklanan hanya diatur dalam bentuk Etika
Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada aturan hukum yang jelas,
pelanggaran tetap banyak,’ katanya.
2. Kasus Etika Pasar Bebas
Kasus etika
bisnis indomie di taiwan
Akhir-akhir
ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis
terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi
kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan
diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing
untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan
terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi
pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi
persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang
ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah
dari produk-produk lainnya.
Kasus
Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung
bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat
kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk
menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket
terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus
Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil
Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah
terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua
Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini
bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan
adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A
Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang
terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk
dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya
bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar
Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie
instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas
wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin
melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk
mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging,
ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan
muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut
Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,
produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi
mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota
Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di
Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah
kasus Indomie ini.
3. Kasus Monopoli
PT.
Pertamina merupakan satu-satunya perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang
pengadaan minyak nasional dan sekaligus pendistribusi tunggal untuk memenuhi
kebutuhan minyak di indonesia. Oleh karena itu PT. Pertamina termasuk ke dalam
jenis monopoli murni karena penjual dan produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa
barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga
berapapun yang mereka khendaki. Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya
alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Contoh
kasus monopoli yang di lakukan oleh PT. Pertamina adalah :
a.
Fungsi PT. Pertamina sebagai pengkilang,
distribusi, dan penjual minyak dan Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya
pengkilangan minyak tetapi dalam menentukan harga minyak yangdi jual kepada
masyarakat tetap ditentukan oleh PT. Pertamina sendiri.
b.
Terjadinya krisis minyak yang di
akibatkan oleh PT. Pertamina karena menaikan harga bahan bakar minyak premium
di semua wilayah indonesia pada tahun 2009. PT. Pertamina pun melakukan kesalahan
menaikan harga bahan bakar minyak premium tetapi masih banyak daerah – daerah
terpencil yang kebetuhan minyaknya tidak terpenuhi dan sering juga terjadi
kelangkaan Bahan Bakar Minyak. Ini menyebabkan kerugian bagi masyarakat dari
kalangan bawah hingga atas dan investor pun enggan untuk berinvestasi.
Dapat disimpulkan bahwa PT.
Perusahaan tambang minyak negara telah melakukan tindakan monopoli, yang
mengakibatkan kerugian pada masyarakat dan melanggar Undang – undang Republik
Indonesia Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat.
4. Kasus Korupsi
Merdeka.com
- Bupati
Mandailing Natal (Madina) nonaktif, Muhammad Hidayat Batubara, dijatuhi hukuman
5 tahun 6 bulan penjara. Dia terbukti menerima suap. Majelis hakim Pengadilan
Tipikor Medan, yang diketuai Agus Setiawan, Rabu (22/1), menyatakan Hidayat
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menyatakan
terdakwa Muhammad Hidayat Batubara terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menghukum
terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 300 juta
subsider 5 bulan kurungan," ucap Agus Setiawan di Pengadilan Tipikor
Medan, Rabu (22/1).
Vonis
yang dijatuhkan majelis hakim lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum
(JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).
Mereka sebelumnya meminta agar Hidayat dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan
denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan. Menyikapi vonis majelis hakim,
Hidayat yang terlebih dulu berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, menyatakan
pikir-pikir. Sikap yang sama disampaikan jaksa.
Dalam
persidangan perkara ini, Hidayat sudah mengakui menerima suap dari pengusaha
Surung Panjaitan. Uang Rp 1 miliar itu memang terkait rencana pekerjaan proyek
pembangunan RSUD Panyabungan di Kabupaten Madina yang bersumber dari dana
Bantuan Daerah Bawahan (BDB) Pemprov Sumut pada 2013. Pengakuannya ini menjadi
salah satu hal yang meringankan.
Pengungkapan
kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di
sekitar rumah Hidayat di Jalan Sei Asahan, Medan, pada pertengahan Mei 2013.
Dari lokasi itu, tim KPK meringkus
Surung Panjaitan, yang merupakan Dirut PT Sige Sinar Gemilang, dan Plt Kepala
Dinas Pekerjaan Umum (PU) Madina Khairul Anwar Daulay.
Dari
rumah sang bupati dan di tangan Khairul Anwar ditemukan barang bukti Rp 1
miliar. Uang itu berasal dari Surung. Sehari kemudian, Hidayat ditangkap di
rumah seorang pengacara di rumah seorang pengacara di kawasan Percut Sei Tuan,
Deliserdang.
Dalam
perkara ini, Surung Panjaitan sudah dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan penjara.
Sementara itu, Khairul Anwar dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda
Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan.
Sumber :